Bojonegoro, 15 November 2024 — Sebuah fenomena viral sedang mengguncang jagat media sosial di Bojonegoro. Banner yang memuat seluruh anggota DPRD Bojonegoro dari Fraksi Gerindra berfoto bersama Presiden Prabowo Subianto ramai diperbincangkan.
Gambar itu bertujuan untuk mendukung pasangan calon (paslon) nomor urut 02, Setyo Wahono-Nurul Azizah, yang menimbulkan dugaan pelanggaran kampanye.
Banner tersebut tersebar luas di berbagai titik strategis dan bahkan viral di platform seperti Instagram, Facebook, dan TikTok. Foto Prabowo terlihat diantara anggota DPRD Gerindra Bojonegoro. Di bagian bawah banner, tercantum gambar paslon 02, yang didukung partai Gerindra.
Netralitas Dipertanyakan, Dugaan Manipulasi Jabatan
Publik dengan cepat merespon, mempertanyakan etika dan netralitas para anggota DPRD Gerindra dalam Pilkada Bojonegoro 2024. Banyak pengguna media sosial menganggap ini sebagai bentuk kampanye terselubung yang mencoba memanfaatkan popularitas Presiden Prabowo Subianto untuk mempengaruhi pemilih.
“Ini sudah jelas bukan kampanye biasa. Menggunakan gambar Presiden seolah-olah memberikan endorsement terhadap paslon tertentu adalah pelanggaran etika dan potensi pelanggaran hukum,” ungkap Hermawan, salah aatu warganet.
Menurutnya, penggunaan foto Presiden dalam alat peraga kampanye harus diatur ketat, terutama jika digunakan oleh pejabat publik yang terafiliasi dengan partai politik tertentu.
Sesuai dengan aturan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Peraturan KPU, penggunaan gambar pejabat negara dalam kampanye harus mematuhi regulasi yang berlaku. Jika tidak, hal ini dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan jabatan dan dapat dikenakan sanksi pidana.
Di media sosial, warganet justru mempertanyakan mengapa seluruh anggota Fraksi Gerindra serempak memasang banner dengan foto Presiden.
“Kalau hanya satu orang mungkin bisa disebut inisiatif pribadi. Tapi ini seluruh fraksi, jelas ada indikasi terkoordinasi,” kata akun Instagram @WargaBojonegoroMenggugat.
Manipulasi Citra dan Resiko bagi Demokrasi
Pengamat politik lokal, Abdul Haris, menilai bahwa tren ini mencerminkan bentuk manipulasi citra yang bisa berbahaya bagi demokrasi.
“Ini adalah bentuk kampanye terselubung yang memanfaatkan posisi Presiden untuk meraih dukungan. Praktik seperti ini bisa menimbulkan bias di kalangan pemilih dan merusak prinsip netralitas yang seharusnya dijaga dalam proses Pilkada,” jelasnya.
Masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan kritis dalam menanggapi kampanye politik yang mengarah pada penggiringan opini melalui citra pejabat negara. Pilkada Bojonegoro 2024 masih berjalan, dan publik berharap proses demokrasi bisa berlangsung dengan adil dan tanpa manipulasi.